Empat tahun lalu, tepatnya Agustus 2010, adalah pertama kali
saya memberanikan diri untuk berpergian ke luar negeri. Sebuah proses yang
cukup panjang untuk akhirnya saya berhasil melakukan perjalanan tersebut,perjalanan
ke sebuah Negara berpenduduk kurang lebih 84 juta jiwa, Vietnam.
Proses pemberanian diri saya melakukan perjalanan ini
dimulai dari akhir tahun 2009, ketika mendapati sebuah informasi dari seorang
teman bahwa AirAsia Indonesia sedang mengadakan promosi harga tiket Rp 0,- ke semua rute yang dilalui. Tak hayal, saya
langsung semangat untuk melakukan pemesanan, dengan terlebih dahulu
menyiarkannya kepada beberapa teman dekat saya. Saya dapati satu sahabat yang
sudah saya kenal sejak bangku Sekolah Menengah Atas yang menyatakan
keinginannya untuk ikut saya menjelajah sedikit negara Vietnam, tepatnya kota
Ho Chi Minh.
Pemesanan yang tidak terlalu memakan waktu hingga akhirnya
kami mendapati e-ticket melalui e-mail sebagai tanda kami telah berhasil
melakukan pemesanan.
Kurang lebih sepuluh bulan tersisah waktu sebelum tanggal
keberangkatan kami menuju Ho Chi Minh, Vietnam, namun rasanya berjuta
pertanyaan yang beberapa berupa kekhawatiran dan beberapa lainnya berupa
kehebohan tidak seberapa jelas terasa terbagi rata bersemayam sebagian di otak
dan sebagian di hati.
Kenyataan bahwa pada saat melakukan pemesanan tiket belum
memiliki paspor adalah salah satu masalah utama yang harus kami selesaikan
dalam jangka sepuluh bulan tersebut, dan mengingat status kami berdua pada saat
itu adalah mahasiswa dengan uang saku yang tidaklah seberapa, mungkin hanya
sebesar empat porsi bakso berkuah pada tahun tersebut, jadilah kami memerlukan
waktu untuk mengumpulkan uang demi mendapati sebuah paspor, identitas yang
memperbolehkan kita untuk berpergian ke luar negeri.
Dua bulan adalah waktu yang ternyata kami butuhkan setelah pemesanan
tiket untuk akhirnya dapat mengurus paspor, sendiri tanpa calo, tolong
digarisbawahi. Perasaan sangat bangga dan lega bercampur aduk saat pertama kali
memegang buku berwarna hijau yang seukuran saku celana tersebut, ya, tampak
sedikit berlebihan memang, tapi itulah kenyataan yang saya dan sahabat saya
rasakan.
Paspor terselesaikan, proses lain yang tak kalah menguras
tenaga dan pikiran kami adalah mengumpulkan uang demi semua kerpeluan
perjalanan kami, mulai dari Pajak Bandara, biaya penginapan, makan dan
keperluan lainnya selama tiga hari dua malam di Ho Chi Minch, Vietnam. Tapi,
memang benar sebuah pepatah yang mengatakan “Selalu
ada jalan dimana ada niat”. Perjuangan menyisihkan sebagian uang jajan dan
juga penghasilan yang didapat dari bekerja lepas untuk beberapa event tidaklah
sia-sia. Sampai tiba waktunya, Agustus 2010, ketika jadwal penerbangan kami
sudah di depan mata, tidak ada kekurangan, justru nikmat yang sangat berlebihan
dari terpuaskannya rasa penasaran bagaimana perjalanan ke luar negeri itu
terjawabkan.
Oh ya, terdengar bodoh mungkin, tapi benar adanya. Saat itu,
kurang empat hari dari tanggal perjalanan kami. Sebuah kebiasaan saya yang
selalu menggunakan celana pendek dan sandal jepit kemanapun berpergian yang
diartikan sebagai liburan sempat membuat saya khawatir. Pertanyaan muncul di
kepala, terlebih ketika ada segelintir orang yang mengatakan saya harus
menggunakan sepatu dan celana panjang agar tidak tertahan di imigrasi negara
tujuan, entah sebuah masukan yang bermaksud menjadi lelucon, tapi secara sadar
dan polos saya pun menanyuakan hal tersebut kepada beberapa teman saya yang
sudah pernah melancong ke luar negeri sebelumnya. Alhasil, sebuah kepercayaan
diri yang sempat terkikis karena lelucon dari beberapa orang terpahat lagi.
Hari H, sebuah kaos dari Bali, celana pendek dan sandal jepit menjadi pilihan
pakaian yang saya kenakan.
Agustus 2010, menjadi sejarah untuk hidup saya yang pertama
kali melakukan perjalanan ke luar negeri, juga menjadi sejarah bagaimana
AirAsia Indonesia benar-benar mengubah hidup saya, sebuah promosi yang mungkin
untuk sebagian besar orang hal biasa, tapi promosi tersebut sudah membangkitkan
keberanian dan jiwa petualan saya. Sebab semenjak itu sampai sekarang, tidak
kurang dari lima belas kali saya telah melakukan perjalanan menapaki jejak di beberapa
negara di Asia Tenggara, sampai pernah, satu bulan menyusuri Thailand mulai
dari selatan sampai utara.